Mengenang Soeharto Bapak Pembangunan

Mengenang Soeharto Bapak Pembangunan - Semua Presiden di Indonesia memiliki sisi kontroversial. Soeharto salah satunya. Tetapi di luar sisi kontroversinya Soeharto memiliki estetika kehidupan sebagai seorang Presiden yang tidak banyak didengar dan diketahui oleh khalayak. Ada benarnya jika kita melihat pernyataan staf pengajar Fakultas Filsafat UGM, Slamet Sutrisno, dalam Bedah Buku Pak Harto, Untold Stories baru-baru ini.

Pada diskusi tersebut Slamet bercerita tentang kedekatan Pak Harto dengan rakyat kecil. Kisah seorang pengamen bernama Munari Ari yang waktu itu suka menumpang tidur di kamar mayat RSCM. Dia hapal pada hari Rabu dan Jumat setiap minggu Pak Harto melintas daerah tersebut ketika akan bermain golf.

Pada waktu itu muncullah gagasan nakal namun brilyan bagaimana caranya Munari bisa mendekati Presiden Soeharto. Dengan berbagai cara akhirnya saat itu Munari berhasil berjajar di tepi jalan raya ketika iring-iringan mobil yang membawa Pak Harto persis di depan mereka. Mereka melakukan sikap sempurna seraya memberi hormat. Hal itu rutin dilakukannya.

Makin lama dengan sikap Munari tersebut justru Pak Harto merespons simpatik. Suatu ketika saat melewati depan RSCM mobil berjalan pelan-pelan dan tepat di depan Munari dengan beberapa kawannya Pak Harto menurunkan kaca mobil. Setelah peristiwa tersebut di lain waktu Munari bahkan sempat dipanggil ke rumah Mbak Tutut untuk diperkenalkan kepada Pak Harto.



Tidak hanya berhenti disitu saja. Pasca berhentinya Pak Harto sebagai presiden dirinya tidak pernah berhenti memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Ini disampaikan oleh Hioe Husni Wirajaya, pemancing di Kepulauan Seribu yang menjadi rekan mancing Pak Harto. Setelah merasa kasihan kepada rakyatnya yang masih saja sulit menjalani kehidupan di masa reformasi, Pak Harto memiliki ide seribu gerobak dorong untuk menjual nasi murah. Hitung-hitungannya dulu setiap pedagang akan dapat untung seribu rupiah per bungkusnya. Sayang, program ini tidak terealisasi karena Pak Harto keburu wafat.

Soeharto lahir 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Argomulyo, Sedayu Bantul. Beliau wafat 27 Januari 2008 di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta. Jika bicara dan mengenang sosok Pak Harto tentu kita akan selalu ingat pribadi yang tenang, senyum yang khas, kesederhanaan, dekat dengan rakyat kecil, Bapak Pembangunan, murahnya harga pangan hingga sosok yang kental dengan nuansa Jawa.

Soeharto memang telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer, politik dan pemerintahan. Sejarah membuktikan peran Pak Harto pada revolusi fisik di tahun 1945-1949. Bersama Sri Sultan HB IX peran Pak Harto sangat besar pada Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta sehingga memberikan kekuatan diplomasi dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia di mata dunia.

Pak Harto yang diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia 27 Maret 1968 ini kemudian juga dikenal dengan Bapak Pembangunan dengan Trilogi Pembangun yang diusungnya, yaitu Stabilitas, Pertumbuhan dan Pemerataan.

Di bawah kepemimpinan Pak Harto keteraturan sistem pemerintahan telah mampu membawa kemajuan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Bakarudin dalam sebuah tulisan menyebut pertumbuhan ekonomi bisa dicapai rata-rata 7% setiap tahun. Target swasembada beras bisa diraih pada tahun 1985 sehingga Organisasi Pangan Sedunia di bawah naungan PBB memberikan penghargaan atas swasembada beras. Pembangunan di bidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan program Keluarga Berencana (KB) mendapat penghargaan dari WHO. Program pembangunan pertanian, kesehatan, pendidikan, kependudukan dan industri menjadi contoh bagi negara-negara berkembang. Indonesia pun kemudian dikenal sebagai “Macan Asia”.

Sebenarnya tidak berlebihan jika kita mencoba mengenang kembali Pak Harto dan keberhasilannya dalam pembangunan tanpa mengecilkan makna gerakan reformasi yang digulirkan mahasiswa di tahun 1998 silam. Namun, jika melihat hasil Survei Indo Barometer yang dirilis 15 Mei 2011 maka stigma negatif yang selama ini banyak kita dengar pada diri almarhum Pak Harto akan hilang.

Pada hasil survei tersebut disebutkan bahwa Presiden Soeharto merupakan Presiden RI yang paling disukai oleh masyarakat Indonesia. Presiden Soeharto juga dinilai sebagai sebagai Presiden yang paling berhasil memimpin Indonesia.

Setara Institute tiga bulan kemudian juga mengumumkan hasil surveinya yang menyatakan Pak Harto dinilai sebagai Presiden yang paling mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebanyak 64,6 persen rakyat Indonesia memandang Presiden Soeharto lebih baik dalam hal menyejahterakan rakyat jika dibandingkan dengan Presiden lain di republik ini. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian yang mendeskreditkan Pak Harto sebagai sosok pemimpin korup, otoriter dan pelanggar HAM yang selama ini telah banyak diyakini masyarakat mungkin masih perlu diperdebatkan kembali.

Kerinduan akan pemimpin seperti Pak Harto dalam mengelola negara dan pemerintahan sebenarnya banyak dirasakan masyarakat banyak. Jumlahnya bisa jadi mayoritas. Lihat saja dalam perbincangan santai di keluarga hingga di tempat kerja muncul keinginan adanya kemakmuran dan kemapanan negara seperti ketika dipimpin Pak Harto.

Pasca reformasi sampai saat ini masyarakat seakan-akan lebih banyak disuguhi maraknya kasus korupsi, mahalnya harga kebutuhan pokok, kelangkaan dan mahalnya harga BBM, tawuran pelajar maupun antar kelompok, tawuran antar suporter, dsb yang menunjukkan kemorosotan kualitas penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tentu kita tidak ingin reformasi hanya menjadi angin lalu yang tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pemimpin harus bisa merakyat dan mengayomi rakyatnya. Rakyat tidak butuh pemimpin yang hanya bisa banyak bicara namun kebijakannya sama sekali tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat.

[ source ]

Post a Comment